
Rencana penyelenggaraan Olimpiade Esports yang diumumkan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) terus memicu perdebatan di kalangan komunitas gaming. Meski langkah ini dilihat sebagai upaya IOC untuk tetap relevan di tengah menurunnya minat penonton muda terhadap olahraga tradisional, banyak pelaku esports menilai bahwa kehadiran di Olimpiade justru tidak dibutuhkan.
Simulasi Virtual Bukan yang Diinginkan Komunitas
Olimpiade Esports Week pertama yang digelar di Singapura pada 2023 menuai kritik tajam karena menampilkan game-game simulasi olahraga seperti bersepeda, panahan, dan tenis — bukan judul-judul populer seperti League of Legends atau Counter-Strike. Para penggemar menganggap pendekatan ini terlalu “ringan” dan jauh dari semangat esports sejati.
Esports Lebih Dibutuhkan oleh Olimpiade, Bukan Sebaliknya
Penurunan minat terhadap Olimpiade terbukti dalam survei Gallup yang menunjukkan bahwa hanya 35% orang dewasa di AS tertarik menonton Olimpiade — angka terendah sejak 1980-an. Sebaliknya, turnamen esports seperti LoL Worlds 2024 mencatat hampir 7 juta penonton puncak secara bersamaan.
Sementara sponsor besar seperti Coca-Cola, T-Mobile, dan Intel telah lama berinvestasi di dunia esports, keinginan IOC untuk masuk ke ranah ini terlihat sebagai upaya mengejar relevansi yang mulai memudar.
Beda Dunia, Beda Bahasa
Upaya integrasi antara Olimpiade dan esports mengalami tantangan besar:
- Tata Kelola: Tidak seperti olahraga konvensional yang punya federasi global, setiap game esports dikendalikan oleh perusahaan swasta seperti Riot Games atau Valve.
- Konten Kekerasan: Banyak game populer mengandung elemen pertempuran, sesuatu yang kurang disukai oleh standar Olimpiade.
- Perubahan Cepat: Esports berevolusi dengan sangat cepat, sedangkan Olimpiade dikenal lamban dalam mengakomodasi perubahan.
- Budaya Komersial: Esports sangat terbuka terhadap sponsor dan iklan, berbeda dengan aturan ketat Olimpiade soal eksposur merek.
Komunitas Esports Tak Terpukau oleh Medali
Saat IOC mengumumkan lineup game seperti Just Dance dan Tic Tac Bow, reaksi komunitas lebih banyak negatif. Bagi banyak gamer, penghargaan sejati datang dari memenangkan turnamen seperti The International atau VALORANT Champions, bukan medali emas Olimpiade.
Meski Olimpiade bisa membuka peluang pendanaan pemerintah dan pengakuan lebih luas, banyak yang khawatir akan adanya penyederhanaan konten, pembatasan sponsor, dan hilangnya jati diri esports itu sendiri.
Kesimpulan: Esports Sudah Berhasil Tanpa Olimpiade
Esports telah membuktikan keberhasilannya dengan caranya sendiri — mengisi stadion, mencetak rekor streaming, dan membangun ekosistem global. Jika Olimpiade ingin merangkul esports, itu harus dilakukan tanpa mencoba mengubahnya.
Karena pada akhirnya, esports tidak butuh medali untuk membuktikan eksistensinya. Ia hanya perlu terus berjalan sesuai dengan nilai-nilai komunitas yang telah membesarkannya.